Menjadi Pembaca Kritis: Memilah Informasi di Era Media Baru

Penulis Artikel :

Defira Novianti Crisandy

Mahasiswa Kampus Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta. Program Manager ICT Watch Indonesia

Era media baru telah merevolusi cara masyarakat dalam mencari dan mengonsumsi informasi. Namun kemudahan akses dan kecepatan penyebaran informasi bak pisau bermata dua. Di satu sisi, kita dimanjakan dengan kemudahan untuk mendapatkan informasi terbaru tentang apapun hanya dalam hitungan detik. Kita dapat mengikuti perkembangan terkini, mempelajari berbagai topik baru, dan terhubung dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia dengan mudah. Tetapi di sisi lain, kemudahan ini juga membuka gerbang bagi informasi keliru dan menyesatkan. Fenomena ini semakin memprihatinkan dengan adaya media sosial dan internet yang memungkinkan siapa saja membagikan informasi tanpa batasan. Hal ini dapat berakibat fatal karena bisa menimbulkan berbagai dampak negatif seperti memicu keresahan, kebencian, bahkan perpecahan di masyarakat.

Berdasarkan survei Status Literasi Digital di Indonesia 2022 yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center, terungkap sebuah fakta yang mengkhawatirkan. Di satu sisi, media sosial menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat, mengalahkan televisi dan media massa lainnya. Di sisi lain, ironisnya, media sosial yang sama juga menjadi sarang penyebaran hoaks atau informasi bohong. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya tingkat literasi digital masyarakat. Survei yang sama menunjukkan bahwa 45% responden merasa antara yakin dan tidak yakin bisa mengidentifikasi atau mengenali mana informasi yang benar dan salah. Artinya, hampir separuh dari pengguna internet dan media sosial di Indonesia masih rentan terhadap hoaks.

Kesenjangan antara kebutuhan dan kemampuan informasi ini adalah masalah serius yang harus segera ditangani, karena hoaks dengan segala bentuknya dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya. Kebohongan yang disebarkan secara masif dapat memicu keresahan, kebencian, bahkan perpecahan di masyarakat. Hoaks juga dapat merusak kredibilitas individu, institusi, bahkan negara. Oleh karena itu, menjadi pembaca kritis menjadi sebuah keharusan di era ini. Pembaca kritis tidak hanya menerima informasi mentah – mentah, tetapi mampu memahami konteks informasi, menganalisis isi dan sumbernya, serta mengevaluasi kebenarannya dengan menggunakan berbagai sumber dan bukti. Pembaca kritis juga mampu membedakan fakta dan opini, serta mewaspadai bias dan propaganda yang mungkin terkandung dalam informasi.

Membaca kritis merupakan suatu keterampilan untuk menganalisis informasi dengan cermat, skeptis dan objektif. Keterampilan ini memungkinkan seseorang untuk melakukan beberapa hal seperti memahami, mengevaluasi, dan menyaring informasi yang diterima sebelum membuat kesimpulan atau menyebarkannya lebih lanjut. Sebagai pembaca kritis, penting untuk memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi tanda – tanda hoaks atau informasi yang tidak benar, dan membuat keputusan yang lebih tepat berdasarkan informasi yang akurat dan terpercaya.

Terdapat ciri khas dari hoaks yang dapat kita rasakan. Saat menerima informasi, hal utama yang perlu kita lakukan adalah mengelola emosi dengan baik, terutama yang berkaitan dengan isu sensitif. Perasaan campur aduk seperti sedih, benci, takut, sakit hati, atau bahagia berlebihan bisa menjadi tanda bahwa informasi yang diterima kemungkinan besar adalah hoaks. Contohnya, saat kita mendapat informasi bahwa akan ada wabah penyakit baru di Indonesia yang dibawa oleh nyamuk. Jika kita tidak bisa mengelola emosi dengan baik, maka hal yang akan timbul adalah rasa panik, ketakutan, bahkan marah hingga menyalahkan pihak tertentu. Begitupun sebaliknya, saat kita mendapat informasi bahwa kita memenangkan undian senilai jutaan rupiah, maka kita akan merasa sangat senang. Di sinilah pentingnya untuk tetap tenang, tidak terbawa emosi, dan tidak terburu-buru mengambil kesimpulan saat menerima informasi.

Selain mengontrol emosi, sebagai pembaca yang kritis, kita dapat mengidentifikasi adanya hoaks berdasarkan ciri – ciri lainnya, diantaranya:

  • Sumbernya tidak jelas/tidak kredibel

Sebelum mempercayai informasi yang dibaca, penting untuk memverifikasi sumbernya terlebih dahulu. Pastikan sumber tersebut terpercaya dan kredibel. Cari tahu latar belakang penulis, organisasi, atau media yang menyampaikan informasi tersebut. Selain itu, periksa juga apakah informasi tersebut dilaporkan oleh media lain yang terpercaya. Mengonsumsi informasi dari berbagai sumber dapat membantu Anda mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang suatu topik. Hindari terpaku hanya pada satu sumber. Telusuri berbagai sudut pandang sebelum membuat kesimpulan.

  • Konteks yang bias

Konteks sangat penting untuk memahami suatu informasi secara menyeluruh. Perhatikan kapan informasi itu dipublikasikan dan dalam konteks apa. Beberapa informasi mungkin sudah tidak relevan atau sudah diperbarui, sehingga penting untuk selalu memperhatikan tanggal publikasi. Pahami sudut pandang media dan perhatikan bagaimana mereka menyajikan informasi. Jangan mudah terpengaruh oleh opini atau agenda tertentu. Selalu periksa fakta dan verifikasi informasi dari sumber lain yang terpercaya.

  • Minta diviralkan

Untuk memperluas jangkauan, hoaks biasanya disisipi ajakan agar informasi tersebut disebarkan kepada orang lain, seperti dengan menggunakan kata-kata “viralkan”, “sebarluaskan”, “bagikan”, atau “jangan berhenti di kamu”.

  • Judul yang provokatif

Hoaks sering kali menggunakan judul yang provokatif, sensasional, dan membangkitkan emosi, seperti rasa marah, takut, atau benci. Tujuannya untuk menarik perhatian pembaca dan membuat mereka membagikan berita tersebut tanpa membaca secara keseluruhan atau memverifikasi kebenarannya. Tidak jarang pula judul tidak sesuai dengan isinya. Untuk itu, jangan mudah terpancing emosi oleh judul atau isi yang provokatif, tetaplah kritis dalam menilai informasi tersebut.

  • Mencatut nama lembaga/tokoh terkenal

Untuk membuat informasi terlihat seolah kredibel, seringkali ditemukan hoaks yang memalsukan pernyataan atau kutipan dari lembaga, artis, pejabat, atau profesi baik dalam judul, atau dalam lampiran foto dan logo lembaga. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kredibilitas informasi, menarik perhatian pembaca dan meningkatkan kepercayaan mereka terhadap informasi tersebut.

Salah satu contohnya kasus unggahan dengan konteks keliru di sebuah akun TikTok, Jumat (18/8/2023) yang menyebut Jokowi memakai baju China saat upacara bendera. Hal tersebut diklarifikasi oleh Deputi Bidang Pers, Protokol, dan Media Sekretariat Presiden dan berbagai media nasional.

Setelah mengidentifikasi informasi berdasarkan ciri-cirinya, penting bagi kita untuk menggunakan akal sehat dalam menilai informasi. Kita dapat membandingkan informasi dari beberapa sumber untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap. Beberapa sumber informasi yang terpercaya diantaranya:

Era media baru memungkinkan siapa saja untuk menyebarkan informasi dengan mudah. Tentunya hal ini juga membuka pintu bagi penyebaran hoaks dan misinformasi. Dengan menjadi pembaca kritis, kita dapat mengurangi risiko terpapar informasi yang salah atau menyesatkan. Keterampilan membaca kritis juga memungkinkan kita untuk lebih efektif dalam memahami dunia di sekitar dan membuat keputusan yang lebih baik. Informasi yang akurat dan terpercaya sangat penting dalam membuat keputusan yang tepat.

Dalam era di mana manipulasi informasi menjadi semakin umum, menjadi pembaca kritis membantu kita melindungi diri dari upaya-upaya untuk memanipulasi opini dan pandangan kita. Dengan memahami teknik-teknik manipulasi yang digunakan dalam penyajian informasi, kita dapat mengidentifikasi upaya-upaya yang dimaksudkan untuk memengaruhi kita secara tidak sehat.

Menjadi pembaca kritis di era media baru memiliki banyak manfaat. Selain membantu menghindari penyebaran informasi yang tidak benar, menjadi pembaca kritis juga membantu mengembangkan kemampuan berpikir analitis, skeptisisme yang sehat, serta pemahaman yang lebih luas tentang berbagai isu. Menjadi pembaca kritis adalah proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mengasah kemampuan menjadi pembaca kritis guna menghadapi tantangan informasi di era digital saat ini. Semakin banyak berlatih, semakin baik pula kemampuan kita untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi.

Saat ini, kita hidup di era digital, di mana informasi dapat dengan mudah diakses dengan sekali sentuh jari. Untuk itu, mari bersama-sama mengembangkan kemampuan untuk tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi juga memilah informasi dengan cerdas dengan menjadi pembaca kritis!

Sumber Referensi

https://databoks.katadata.co.id/publikasi/2023/02/01/status-literasi-digital-di-indonesia-2022
https://www.kompasiana.com/adheliasufiandi8136/65c988cade948f5f467d9752/pentingnya-membaca-kritis-agar-terhindar-berita-hoax
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/08/19/144500082/-klarifikasi-jokowi-tidak-pakai-baju-china-saat-upacara-bendera-tetapi

Leave a Reply